ASUHANKEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN. NYERI DADA A. PENGERTIAN · Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain) · Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk
LAPORAN PENDAHULUAN DYPSNEA SESAK NAFAS A. DEFINISI Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath”. Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu 1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan paru-paru dan pernapasan, penyakit jantung atau trauma dada. 2. Dyspnea kronis menahun dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK, emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara. B. ETIOLOGI Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama. C. MANIFESTASI KLINIK Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru emfisema, bronkitis, asma, kecemasan Price dan Wilson, 2006. paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada. Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan, hal ini disebabkan oleh Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok Chandrasoma, 2006. Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya. Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru. Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler Price dan Wilson, 2006. Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak Reviono, dkk, 2008. D. PATOFISIOLOGI Inflamasi yang menyebar pada hepar hepatitis dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam itu juga terjadi kesulitan dalam hal billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi akibat kerusakan sel ekskresi dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi bilirubin indirek, maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi bilirubin direk.Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat abolis.Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. E. Pathway F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG G. TERAPI DAN PENGOBATAN - Oksigenasi H. ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN 1. Identitas Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada. b. Riwayat penyakit sekarang asma, CHF, AMI, ISPA. c. Riwayat penyakit dahulu pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk. d. Riwayat penyakit keluarga mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien 3. Pola kesehatan fungsional Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen. b. Pola metabolik-nutrisi Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan. c. Pola eliminasi Perubahan pola defekasi darah pada feses, nyeri saat devekasi, perubahan berkemih perubahan warna, jumlah, ferkuensi d. Aktivitas-latihan Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. e. Pola istirahat-tidur Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat. f. Pola persepsi-kognitif Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien. g. Pola konsep diri-persepsi diri Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial, penilaian terhadap diri sendiri gemuk/ kurus. h. Pola hubungan dan peran Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang. i. Pola reproduksi-seksual Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji j. Pola toleransi koping-stress Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien. k. Keyakinan dan nilai Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien. 4. Pemeriksaan fisik a. Kesadaran kesadaran menurun b. TTV peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi c. Head to toe 1 Mata Konjungtiva pucat karena anemia, konjungtiva sianosis karena hipoksemia, konjungtiva terdapat petechie karena emboli atau endokarditis 2 Mulut dan bibir Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut 3 Hidung Pernafasan dengan cuping hidung 4 Dada Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal. 5 Pola pernafasan pernafasan normal apneu, pernafasan cepat tacypnea, pernafasan lambat bradypnea II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus b. banyak. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi. III. INTERVENSI KEPERAWATAN NO DX I TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas 1 Buka jalan napas pasien jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang 2 Posisikan pasien untuk efektif, dengan kriteria hasil memaksimalkan Respiratory Status Airway patency No Indikator Awal 1. Pengeluaran 2 sputum 2. 3. pada jalan napas Irama napas 2 sesuai Keterangan Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan secret dengan suction 5 Auskultasi suara napas, catat bila ada suara 2 pernapasan diharapkan √ yang √ Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru napas buatan 4 Keluarkan yang diharapkan Frekuensi sesuai Tujuan 1 2 3 4 5 √ ventilasi. 3 Identifikasi 1. napas tambahan 6 Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift setelah dilakuakan tidakan suction dan dan menurunkan pernafasan. 3. upaya Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan yang menimbulkan dapat penggunaan otot nafas aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 1. 2. 3. 4. 5. Keluhan ekstrim Keluhan berat Keluhan sedang Keluhan ringan Tidak ada keluhan b. Suksion Jalan Napas 1 Auskultasi jalan napas 1. Mencegah sebelum dan sesudah obstruksi/aspirasi. Penghisapan suction dapat diperlukan bila pasien 2 Informasikan keluarga tidak mampu mengeluarkan tentang prosedur secret. suction 2. Penurunan bunyi nafas dapat 3 Berikan O2 dengan menunjukan atelektasis. menggunakan nasal maksimal membuka untuk memfasilitasi area atelektasis dan suksion nasotrakheal meningkatkan gerakan secret 4 Hentikan suksion dan kedalam jalan nafas besar berikan oksigen bila untuk dikeluarkan. Pasien menunjukkan pengeringan bradikardi peningkatan mukosa, membantu saturasi oksigen pengenceran sekret 5 Atur intake untuk 6. Pemasukan tinggi cairan cairan mengoptimalkan membantu untuk keseimbangan. 6 Jelaskan pada pasien mengencerkan sekret, dan keluarga tentang membuatnya penggunaan peralatan dikeluarkan. mudah O2, Suction, Inhalasi. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas Airway management 1 Buka jalan napas 1 Pengkajian merupakan jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan Pasien dasar dan data dasar kriteria hasil 2 Posisikan Pasien untuk berkelanjutan untuk memantau Respiratory Status Ventilation memaksimalkan perubahan dan mengevaluasi ventilasi. Tujuan intervensi. No Indikator Awal 3 Identifikasi Pasien 1 2 3 4 5 2 Memposisikan pasien 1. Auskultasi 2 √ untuk perlunya semi fowler supaya dapat suara napas pemasangan alat jalan bernafas optimal. sesuai napas buatan 3 Deteksi terhadap 2. Bernapas 2 √ 4 Keluarkan secret pertukaran gas dan bunyi mudah dengan suction tambahan serta kesulitan 3. Tidak 2 √ 5 Auskultasi suara napas, bernafas ada tidaknya didapatkan catat bila ada suara dispneu untuk memonitor napas tambahan 6 Monitor penggunaan intervensi. 4 Dapat otot bantu pernapasan 7 Monitor rata-rata memperbaiki/mencegah penggunaan otot tambahan Vital sign Status No Indikator Awal Tujuan 1 2 3 4 5 respirasi pergantian setelah setiap memburuknya hipoksia 5 Memberikan rasa shift dan nyamandan mempermudah dilakuakan 1. Tanda Tanda 2 vital dalam √ tidakan suction pernapasan 6 Deteksi status respirasi rentang normal tekanan darah, nadi, pernafasan Keterangan 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan Vital sign monitoring Vital sign monitoring 1 Manifestasi distres 1 Observasi adanya tanda pernapasan tergantung tanda hipoventilasi pada/indikasi derajat 2 Monitor adanya keterlibatan paru dan status kecemasan pasien kesehatan umum terhadap oksigenasi 2 Takikardia biasanya 3 Monitor vital sign 4 Informasikan pada ada sebagai akibat pasien dan keluarga demam/dehidrasi tetapi dapat tentang tehnik relaksasi sebagai untuk pola nafas. 5 Ajarkan respons terhadap memperbaiki hipoksemia 3 Selama periode waktu bagaimana ini, potensial komplikasi fatal batuk efektif 6 Monitor pola nafas hipotensi/syok dapat terjadi. 4 Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan Indikator Awal 1. Mendemonstrasi 2 Tujuan 1 2 3 4 5 √ 2 √ kan peningkatan dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. ventilasi 2. Posisi membantu 2 Pasang mayo bila perlu 3 Lakukan fisioterapi memaksimalkan ekspansi paru No 2. 1. memaksimalkan kriteria hasil Respiratory Status Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status ventilation Vital Sign Status ventilasi 1 Posisikan pasien untuk dada jika perlu 4 Keluarkan dengan batuk dan sekret menurunkan upaya pernafasan. atau obstruksi/aspirasi. suction 4. Penurunan bunyi nafas dapat 5 Auskultasi suara nafas, menunjukan atelektasis. Ronki catat adanya suara menunjukan akumulasi tambahan 6 Atur intake untuk secret/ketidakmampuan untuk cairan mengoptimalkan membersihkan jalan nafas yang keseimbangan. dapat menimbulkan 7 Monitor respirasi dan penggunaan otot aksesoris status O2 pernafasan dan peningkatan 8 Catat pergerakan kerja pernafasan. dada,amati 5. Pemasukan cairan yang kesimetrisan, banyak membantu 3. Mendemonstrasi 2 √ penggunaan otot mengencerkan kan batuk efektif tambahan, retraksi otot membuatnya dan suara nafas supraclavicular yang bersih, tidak ada sianosis dan intercostal 9 Monitor suara nafas, seperti dengkur 10 Monitor pola nafas dyspneu bradipena, mampu hiperventilasi, sputum, mampu catat area penurunan / tidak tidak adanya ventilasi 4. ada pursed lips AGD dalam 2 √ 5. batas normal Status √ neurologis batas normal Keterangan 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat cheyne stokes, biot 11 Auskultasi suara nafas, bernafas dengan dalam takipenia, kussmaul, mengeluarkan mudah, dan dikeluarkan. 2 dan suara tambahan 12 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 13 Observasi sianosis khususnya membran mukosa sekret, mudah 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan IV. EVALUASI Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan medikal EGC. Harahap. 2005. Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan USU. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2000. Nursing outcome classification NOC. Philadelphia Mosby. McCloskey & Gloria M Bulechek. 1996. Nursing intervention classification NIC. USAMosby. Muttaqin. 2005. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan. Salemba Medika Jakarta. NANDA. 2012. NANDA Internasional Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta EGC. Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta Salemba Medika
DiagnosaKeperawatan. Dari hasil pengkajian Tn.J dapat dirumuskan 3 diagnosa keperawatan yaitu, Nyeri Akut b/d Spasme otot dan perubahan fragmen tulang, Kerusakan mobilitas fisik b/d fraktur , terputusnya kontinuitas jaringan , Resiko Tinggi Trauma b/d Kekurangan Integritas Tulang , kelemahan tonus otot. 3.
GAGAL GINJAL KRONIS CHRONIC KIDNEY DESEASE A. PENDAHULUAN Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tentang Gagal Ginjal Kronis atau Cronik Kidney Desease antara lain 1. Gagal Ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul uremia retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah KMB, Vol 2 2. Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. Suyono, et al, 2001 3. Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Smeltzer & Bare, 2001 B. ETIOLOGI Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain 1. Infeksi pielonefritis kronis, glomerulonefritis 2. Penyakit vaskuler hipertensif sepetri nefrosklerosis benigna, nefroskleroris maligna, stenosis arteri renalis. 3. Penyakit kongenital dan herediter penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal 4. Penyakit metabolik DM, gout, hiperparatiroidisme 5. Nefropati toksik 6. Nefropati obstruktif penyalahgunaan analgesic, kalkuli, neoplasma, hipertropi prostate dan striktur uretraPrice & Wilson, 1994 dan Musliha, 2010 1 C. PATOFISIOLOGI 1. Sudut pandang Tradisional, mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang panyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi-fungsi tentu saja dapat benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organik pada medulla akan merusak susunan anatomik dari lengkung henle. 2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidak seimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah. Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses eskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang. Musliha, 2010 Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFRGlomerular Filtration Rate yang tersisa dan mencakup a. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi 2 b. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. Corwin, 1994 D. MANIFESTASI KLINIK 1. Kardiovaskuler - Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis - Pitting edema kaki, tangan, sacrum - Edema periorbital - Friction rub pericardial - Pembesaran vena leher 2. Dermatologi - Warna kulit abu-abu mengkilat - Kulit kering bersisik - Pruritus - Ekimosis - Kuku tipis dan rapuh - Rambut tipis dan kasar 3. Pulmoner - Krekels - Sputum kental dan liat 3 - Nafas dangkal - Pernafasan kussmaul 4. Gastrointestinal - Anoreksia, mual, muntah, cegukan - Nafas berbau ammonia - Ulserasi dan perdarahan mulut - Konstipasi dan diare - Perdarahan saluran cerna 5. Neurologi - Tidak mampu konsentrasi - Kelemahan dan keletihan - Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran - Disorientasi - Kejang - Rasa panas pada telapak kaki - Perubahan perilaku 6. Muskuloskeletal - Kram otot - Kekuatan otot hilang - Kelemahan pada tungkai - Fraktur tulang - Foot drop 7. Reproduktif - Amenore - Atrofi testekuler E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium - Laboratorium darah BUN, Kreatinin, elektrolit Na, K, Ca, Phospat, Hematologi Hb, trombosit, Ht, Leukosit, protein, antibody kehilangan protein dan immunoglobulin 4 - Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT 2. Pemeriksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit hiperkalemi, hipokalsemia 3. Pemeriksaan USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate 4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen 5. Identifikasi perjalanan penyakit Progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin, Clearence Creatinin test CCT 140 – Umur x BB kg CCT = 72 x Kreatinin serum F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi 1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat. 2. Obat-obatan diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 3. Dialisis 4. Transplantasi ginjal Reeves, Roux, Lockhart, 2001 G. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain 1. Hiperkalemia 5 2. Perikarditis 3. Hipertensi 4. Anemia 5. Penyakit tulang Smeltzer & Bare, 2001 H. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak. Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan. Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem asuhan keperawatan antara lain 1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat. 2. Keterbatasan sumber daya dan waktu. 3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia, seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas. 4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan yang tinggi. 5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja di ruang gawat darurat. Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi 1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga perawat harus menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi. 2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan. 6 3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi masalah biologi dan psikososial klien. 4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat. 5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan. 6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat. 7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga. Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien gawat darurat. I. PENGKAJIAN a. Standar Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan. b. Keluaran Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien gawat darurat. c. Proses Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua 1. Pengkajian Primer primary survey Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup. Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan A = Airway dengan kontrol servikal Kaji - Bersihan jalan nafas 7 - Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas - Distress pernafasan - Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring B = Breathing dan ventilasi Kaji - Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada - Suara pernafasan melalui hidung atau mulut - Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas C = Circulation Kaji - Denyut nadi karotis - Tekanan darah - Warna kulit, kelembaban kulit - Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal D = Disability Kaji - Tingkat kesadaran - Gerakan ekstremitas - GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive. - Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya. E = Eksposure Kaji - Tanda-tanda trauma yang ada. 2. Pengkajian Sekunder secondary survey Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga dan pengkajian dari kepala sampai kaki. a. Pengkajian Riwayat Penyakit 8 Komponen yang perlu dikaji - Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit - Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit - Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera - Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada nyeri - Waktu makan terakhir - Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien. Metode pengkajian 1 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien S signs and symptoms tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien A Allergis alergi yang dipunyai klien M medications tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi nyeri P pertinent past medical hystori riwayat penyakit yang diderita klien L last oral intake makan/minum terakhir; jenis makanan, solid ada penurunan or liquid kualitas makan atau peningkatan E event leading to injury or illnes pencetus/kejadian penyebab keluhan 2 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri P provoked pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi nyeri Q quality kualitas nyeri R radian arah penjalaran nyeri 9 S severity skala nyeri 1 – 10 T time lamanya nyeri sudah dialami klien b. Tanda-tanda vital dengan mengukur - Tekanan darah - Irama dan kekuatan nadi - Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan - Suhu tubuh c. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi 1 Pengkajian kepala, leher dan wajah - Periksa rambut, kulit kepala dan wajah Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing. - Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak. - Periksa leher Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan. 2 Pengkajian dada Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks - Kelainan bentuk dada - Pergerakan dinding dada - Amati penggunaan otot bantu nafas - Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi 3 Pengkajian Abdomen dan Pelvis Hal-hal yang perlu dikaji - Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen - Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi abdomen dan jejas 10 - Masa besarnya, lokasi dan mobilitas - Nadi femoralis - Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri gunakan PQRST - Distensi abdomen 4 Pengkajian Ekstremitas Hal-hal yang perlu dikaji - Tanda-tanda injuri eksternal - Nyeri - Pergerakan - Sensasi keempat anggota gerak - Warna kulit - Denyut nadi perifer 5 Pengkajian Tulang Belakang Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji - Deformitas - Tanda-tanda jejas perdarahan - Jejas - Laserasi - Luka 6 Pengkajian Psikosossial Meliputi - Kaji reaksi emosional cemas, kehilangan - Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga - Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan meliputi 1. Radiologi 11 2. Pemeriksaan laboratorium 3. USG dan EKG II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai dengan kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem triage dan pengkajian yang telah dilakukan. Prioritas ditentukan berdasarkan besarnya ancaman kehidupan Airway, Breathing dan Circulation. Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus Gagal Ginjal Kronis antara lain 1. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen 2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sisa sekresi yang tertahan pada saluran pernafasan 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskresi air dan Natrium 12 ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA “Tn. R” DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS DI IGD RSUD UNDATA PALU I. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat Tanggal Pengkajian No. MR 2. Penanggung Jawab Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat Hubungan dgn klien Tn. R 65 Tahun Laki-laki Pensiunan Islam Jln. Banteng No. 35, Kel. Tatura, Palu 22 Oktober 2012 Tn. 32 Tahun Laki-laki S1 Pegawai PT Bank Sulteng Islam Jln. Banteng No. 35, Kel. Tatura, Palu Anak 3. Pengkajian Primer Airway - Sumbatan Partial - Terdengar bunyi lendir pada leher Breathing - Tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan - Dyspneu - Takipneu - RR 34 x/menit Circulation - Akral dingin - Keringat dingin - Nampak anemis - Extremitas bawah oedema - Nadi cepat dan dalam 122 x/menit Disability a. GCS E4V5M6 b. Kemampuan motorik dan sensorik 6 4. Pengkajian Sekunder Riwayat Kesehatan Utama 13 Klien masuk dengan keluhan utama sesak nafas sejak kemarin. - Batuk berlendir - Terdengar bunyi lendir saat bernafas - Konjungtiva anemis - Mata cekung - Kedua ekstremitas bawah tampak oedema - Riwayat HD, jadwal hari rabu dan sabtu S Klien mengatakan sesak bernafas A Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi M Klien mengatakan mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter P Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit Jantung, Tekanan Darah Tinggi DM dan penyakit GGK sudah lama diderita klien. L Klien mengatakan sudah susah makan dan menelan E Klien mengatakan bahwa rasa sesak dirasakan secara tiba-tiba 5. Tanda-Tanda Vital TD 210/120 mmHg N 122 x/menit RR 34 x/menit S 36,8⁰C 6. Head to Toe Kepala I Mata cekung, Konjungtiva anemis, klien kesulitan berbicara P Tidak teraba adanya hematoma Leher I Klien nampak susah menelan makanan P Tidak ada benjolan A Terdengar bunyi lendir saat bernafas Dada Thoraks I Pernafasan kussmaul, simetris, tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan P Tidak ada kelainan A Terdengar ronchi pada kedua paru Jantung 14 A terdengar bunyi jantung III Gallop Abdomen I Tampak penggunaan otot-otot perut saat klien bernafas P Tidak teraba adanya massa P Bunyi kembung A Terdengar bising usus Ekstremitas I Tungkai bawah oedema P Teraba dingin pada ujung-ujung ekstremitas Integumen I Tampak agak pucat P Berkeringat dingin, turgor jelek 7. Pengkajian Psikososial - Klien nampak gelisah dan cemas dengan keadaannya - Takikardi 120 x/menit 8. Pemeriksaan Penunjang & Terapi Medis Radiologi Laboratorium Darah Pemeriksaan Lain - GDS 323 mg/dl - Ureum 109 mg/dl - Kreatinin 4,1 mg/dl - HCT 22,3 - WBC H 12,4 Terapi/Anjuran Medis - Infus Dextrose 5 % life line O2 masker 8 lpm EKG Foto Thorax Pasang alat monitoring Injeksi Bisolvon 1 amp/IV Injeksi Furosemid 1 amp/IV Injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV Palu, ......................................2012 Mahasiswa, Pembimbing Klinik, ............................................... NIP. ............................................... ..................................................... NIM ................................................ Mengetahui, Pembimbing Akademik, .................................................. NIP.................................................. 15 II. ANALISA DATA KLASIFIKASI DATA DO - Gelisah - Takipneu - Cemas - Tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan - Klien tampak kelelahan - Terdengar lendir saat ekspirasi - Riwayat HT - Riwayat PJK - Takikardi - Nadi 122 x/menit - RR 34 x/menit DS - Klien mengatakan susah - Klien mengeluh capek DO - Terdengar suara lendir saat ekspirasi - Kesulitan saat berbicara - Dyspneu - Gelisah - Batuk tidak efektif - Nafas cepat dan dangkal - Irama pernafasan yang tidak beraturan DS - Klien mengatakan susah bernafas DIAGNOSA Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sisa sekresi yang tertahan pada saluran pernafasan 16 Nama Tn. R TGL./JAM Usia 65 Tahun SUBJEKTIF 22-10-2012 Pkl. - Klien mengatakan susah bernafas - Klien mengeluh capek - - Jenis Kelamin L OBJEKTIF DIAGNOSA Gelisah Takipneu Cemas Tampak penggunaan otototot pernafasan tambahan Klien tampak kelelahan Riwayat HT Riwayat PJK Riwayat HD Takikardi Nadi 122 x/menit RR 34 x/menit Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen No. MR 51-73-26 PLANNING Diagnosa Medis Chronic Kidney Desease IMPLEMENTASI Pkl. Tujuan Mandiri Setelah dilakukan tindakan - Mengkaji tanda-tanda keperawatan, klien akan vital menunjukkan pola nafas - Mengatur posisi sesuai yang efektif dengan suplai keinginan klien oksigen yang adequat - Mengajarkan klien tehnik bernafas dan Kriteria Hasil relaksasi - Klien akan mengatakan sesak berkurang Kolaborasi - Klien tampak tenang - Memberikan O2 - Tidak terlihat simple mask 8 Lpm penggunaan otot-otot - Memasang Infus pernafasan tambahan dengan cairan dextrose - RR dalam batas normal 5 % life line - Melakukan Intervensi pemeriksaan EKG - Kaji tanda-tanda vital - Menghubungi petugas - Atur posisi klien laboratorium untuk senyaman mungkin pemeriksaan darah - Ajarkan klien tehnik lengkap bernafas dan relaksasi - Kolaborasikan dengan medis dalam pemberian therapy - Kolaborasi dengan tenaga laboratorium dalam pemeriksaan darah lengkap 17 EVALUATION S Pkl. - Klien mengatakan sesaknya berkurang O - Klien nampak lebih tenang - Infus terpasang dengan cairan D 5% life line - Hasil Lab GDS 323 mg/dl Ureum 109 mg/dl Kreatinin 4,1 mg/dl HCT 22,3 WBC H 12,4 - RR 28 x/menit - Nadi 98 x/menit A Tujuan Tercapai P - Pertahankan posisi klien - Lanjutkan pemberian O2 Simple mask 10 Lpm 22-10-2012 Pkl. Klien mengatakan susah bernafas - Terdengar suara lendir saat ekspirasi - Kesulitan saat berbicara - Dyspneu - Gelisah - Batuk tidak efektif - Nafas cepat dan dangkal - Irama pernafasan tidak beraturan Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sisa sekresi yang tertahan pada saluran pernafasan Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan memiliki jalan nafas paten dengan bersihan jalan nafas yang efektif Kriteria Hasil - Irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal - Klien dapat melakukan batuk efektif - Tidak terdengar suara lendir pada saluran pernafasan Intervensi - Instruksikan klien untuk batuk efektif - Informasikan kepada klien sebelum memulai semua prosedur tindakan - Kolaborasikan pemberian therapy Pkl. Mandiri - Menginstruksikan klien agar melakukan tehnik nafas dalam untuk batuk agar memudahkan keluarnya sekresi - Menginformasikan kepada klien setiap akan melakukan prosedur tindakan Kolaborasi - Memberikan injeksi Bisolvon 1 amp/IV - Memberikan injeksi Furosemid 1 amp/IV - Injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV S Pkl. - Klien mengatakan masih agak susah bernafas O - Masih ada suara lendir pada saluran pernafasan - Irama dan frekuensi belum teratur - Klien dapat melakukan batuk efektif A P Tujuan belum tercapai - Instruksikan untuk terus melakukan tehnik batuk efektif - Pantau sekresi dan perhatikan kemungkinan resiko aspirasi Ttd, ......................... 18 ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN Diagnosa Medis Chronic Kidney Desease Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan menurunnya suplai darah pulmonal 2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sisa sekresi yang tertahan pada saluran pernafasan Tindakan Keperawatan Yang Dilanjutkan 1. Diagnosa Pertama - Pertahankan posisi klien - Lanjutkan pemberian O2 masker 10 liter/menit 2. Diagnosa Kedua - Instruksikan agar selalu melakukan batuk efektif - Pantau sekresi dan perhatikan kemungkinan resiko aspirasi Keadaan Umum Pasien saat pindah ruangan - Tanda-tanda vital - Masih ada bunyi lendir TD 200/100 mmHg - Terpasang O2 masker 8 liter/menit N 108 x/menit - Terpasang Infus dengan cairan Infumal life line RR 28 x/menit - Terpasang Kateter tetap S 36,8⁰C - Klien masih agak susah bernafas 19 DAFTAR PUSTAKA Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2, 2006, EGC, Jakarta Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda, NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta Herdman dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta 20
Ruangresusitasi saat ini memiliki peralatan yang cukup lengkap seperti alat bantu nafas Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, saran dan kritik dari masyarakat sangat diharapkan. Untuk kasus gawat darurat dapat menghubungi nomor Emergency Call (0274) 583613. Daftar Pustaka : Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat : Plus Contoh Askep
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATPENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATPENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATPENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATRelated PapersKemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan satu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan Manuaba, 1998. Masih tingginya Angka Kematian Ibu AKI dan Angka Kematian Bayi AKB menunjukkan kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan.
Bagaimanaasuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma thorax? C. Tujuan a. Mengetahui definisi Trauma thorax b. Mengetahui etiologi Trauma thorax c. Mengetahui tanda dan gejala Trauma thorax d. Mengetahui prognosis Trauma thorax e. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma thorax f.
100% found this document useful 2 votes2K views55 pagesOriginal TitleMAKALAH ASKEP KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAPASANCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 2 votes2K views55 pagesMakalah Askep Kegawatdaruratan Sistem PernapasanOriginal TitleMAKALAH ASKEP KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAPASANJump to Page You are on page 1of 55 You're Reading a Free Preview Pages 9 to 17 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 21 to 22 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 26 to 35 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 39 to 48 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Gejalasesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP 1 Klasifikasi Penyakit Gejala Spirometri RINGAN latihan / kerja ringan (mis : berpakaian) poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
100% found this document useful 1 vote1K views17 pagesDescriptionAskep Gawat Darurat Sistem PernapasanCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPPT, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote1K views17 pagesAskep Gawat Darurat Sistem PernapasanJump to Page You are on page 1of 17 You're Reading a Free Preview Pages 7 to 15 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Nyeridada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)
Download Free DOCXDownload Free PDFASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATHeri MushroomRespon sadar penuh a. Airway/ jalan napas • Jalan napas Terdapat sumbatan jalan nafas berupa secret • Suara napas Wezing mengi b. Breathing/ pernapasanRelated PapersSeminarmonic mithapenerapan ebnView PDFSTUDI KASUS PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013Rahmat RamadhaniView PDFASUHAN KEPERAWATAN PADA An. B DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PNEUMONIA DI RUANG ANGGREK RSUD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANA_A PDFnaskah publikadiMelly PView PDFaskep KDP dayatView PDFASKEP Gangguan Sistem Pernafasan Pada dengan PPOK+TB ParuAdetia ParanitaAsuhan Keperawatan Ganguan Sistem Pernafasan pada NY. W dengan Diagnosa PPOK + TB Paru di RSUD SalehView PDFAsuhan Keperawatan Stroke Hemoragik Dengan Tn. M di Ruang ICU RSPAD Gatot Soebrotosyaiful ariefView Samiun, Ns., PDFMakalah askep bronchiolitisNisaa aView PDF
mdhU. 8pu42uhqqv.pages.dev/5208pu42uhqqv.pages.dev/2248pu42uhqqv.pages.dev/4508pu42uhqqv.pages.dev/1298pu42uhqqv.pages.dev/1758pu42uhqqv.pages.dev/5378pu42uhqqv.pages.dev/3588pu42uhqqv.pages.dev/95
askep gawat darurat sesak nafas